Jumat, April 30, 2010

Syair Tari Saman

Tidak banyak saya jumpai teks yang memuat syair tari saman. Itu dikarenakan lagu-lagu yang dipakai pada tari saman tidak bersifat tetap (kecuali rengum). Dimana syair maupun iramanya berubah-ubah menurut tempat, waktu dan situasi pertunjukan. Sehingga tidak ada syair yang baku untuk tari saman.

Samanpun terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan tempat asalnya :

Saman Gayo di Aceh Tenggara dan Tengah
Saman Lokop di Aceh Timur
Saman Aceh Barat di Aceh Barat

Tema Syair pada tarian saman pada mula pertamanya adalah tentang dakwah atau ajaran agama. Pada perkembangan selanjutnya tema tersebut bertambah dengan tema-tema lainnya seperti tentang pertanian, pembangunan, adat istiadat, muda-mudi dan lain-lain.

Berikut adalah contoh syair-syair lagu pengiring tari Saman yang tema utamanya adalah tentang muda-mudi untuk masa pertunjukan selama kurang lebih 10 menit. Yang di susun berdasarkan urutan penyajian tari saman dan telah di terjemahkan kedalam bahasa indonesia.

Persalaman

1.
Rengum/ Dering

Hmm laila la aho
Hmm laila la aho
Hoya-hoya, sarre e hala lem hahalla
Lahoya hele lem hehelle le enyan-enyan
Ho lam an laho

Aum/ Koor Aum
Hmm tiada Tuhan selain Allah
Hmm tiada Tuhan selain Allah
Begitulah-begitulah semua kaum Bapak begitu pula kaum ibu
Nah itulah-itulah
Tiada Tuhan selain Allah

1. Salam Kupenonton

Salamualikum kupara penonton
Laila la aho
Simale munengon kami berseni
Lahoya, sarre e hala lem hahalla
Lahoya hele lem hehelle
Le enyan-enyan
Ho lam an laho
Salamni kami kadang gih meh kona
Laila la aho
Salam merdeka ibuh kin tutupe
Hiye sigenyan enyan e alah
Nyan e hailallah
Laila la aho, ala aho

Salam Kepada Penonton

Assalamualaikum ya para penonton
Tiada Tuhan selain Allah
Yang hendak melihat kami berseni
Begitu pula semua kaum bapak
Begitu pula kaum ibu
Nah itulah-itulah
Tiada Tuhan selain Allah
Salam kami mungkin tidak semua kena
Tiada tuhan selain allah
Salam merdeka dijadikan penutupnya
Ya itulah, itulah, aduh
Itulah, kecuali Allah
Tiada tuhan selain Allah, selain allah

Uluni Lagu/ Kepala lagu

1. Asalni Kededes

Asalni kededes kedie
Asalni kededes ari ulung kele keramil
Sentan ire rempil kedie
Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola
Asalni kededes kedie
Asalni kededes ari ulung kele keramil
Sentan irerempil kedie
Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola
Asalni kededes kedie
Asalani kededes ari ulung ke le keramil
Sentan irerempil kedie
Santan irerempil he menjadi jadi bola
Inget-inget bes yoh ku ine e

Asal Bola Daun Kelapa
Asal bola daun kelapa kiranya
Asal bola daun kelapa dari daun kelapa
Begitu dijalin-jalin kiranya
Begitu di jalin-jalin ia menjadi-jadi bola
Asal bola daun kelapa kiranya
Asal bola daun kelapa dari daun kelapa
Begitu dijalin-jalin kiranya
Begitu di jalin-jalin ia menjadi-jadi bola
Asal bola daun kelapa kiranya
Asal bola daun kelapa dari daun kelapa
Begitu dijalin-jalin kiranya
Begitu di jalin-jalin ia menjadi-jadi bola
Ingat-ingat awas sayangku aduh ibu

1. Salam Ni Rempelis Mude

Oreno nge tewah ari beras beras padi
Ya hoya, oi manuk kedidi
He menjadi rem rempelis mude
Ne inget bes inget bes
Oi kiri sikuen kiri
Ara salamualaikum, rata bewene
Ara kesawah jamuni kami
Ne inget-inget bes yohku
Kuguncang male kuguncang
Salamualaikum rata bewene
Ne inget bes mien yohku
Ingatin bang tudung
Oi mude kin ulung mude
Ipantasan mulo

Salam dari Rampelis Mude (Rampelis Mude nama sanggar)
O runduk sudah rebah dari beras beras padi
Ya, begitulah oi burung kedidi
Hai menjadi Rempelis Muda
Oh ibu, ingat awas, awas
Oi yang dikiri dikanan-kiri
Assalamualaikum, rata semuanya
Adakah tiba tamu kami
Oh ibu, inga-ingat, awas sayangku
Ku guncang akan ku guncang
Assalamualaikum rata semuanya
Oh, ibu ungat awas lagi sayangku
Digantilah tudung
Oi muda untuk daun uda
Dipercepat dulu.

Lagu-lagu

1. Le Alah Payahe

He le ala payahe kejang
E kejang mufaedah payah musemperne
Enge ke engon ko kuseni ruesku
Senangke atemu kami lagu nini
Ine inget-inget bes mien yoh ku ine
Oho ingatin bang tudung uren
Awin gere kedie muselpak
Jangko gere kedie muleno
Beluh gere kedie berulak
Jarak gere kedie mudemu
Ine ilingang lingeken mulo
Yoh kukiri sikuen kiri
Tatangan katasan
Enti lale cube die ine
Awin gere kedie muselpak
Jangko gere kedie muleno
Beluh gere kedie berulak
Jarak gere kedie mudemu
Jadi bang mulongingku ine
O kejang teduhmi ningkah
Ike payah teduhmi kite
Ike gaduh tuker mulo

Aduh Payahnya
Hai, aduh payahnya, payah lelah
E, lelah berfaedah, payah memuaskan
Sudahlah kau lihat sendi ruasku
Senangkah kamu kami seperti ini
Oh ibu, ingat-ingat lagi sayangku, oh ibu
Oho, diganti dulu payung hujan
Di tarik, tidaklah nanti patah
Dijangko tidaklah nanti rebah
Pergi tidaklah nanti kembali
Jauh tidaklah lagi bertemu
Oh ibu, di goyang, di geleng dulu
Hai ke kiri, ke kanan-kiri
Angkatlah lebih tinggi
Jangan lalai cobalah dulu, oh ibu
Di tarik, tidaklah nanti patah
Dijangko tidaklah nanti rebah
Pergi tidaklah nanti kembali
Jauh tidaklah lagi bertemu
Cukuplah dulu adikku, oh ibu
Oh, capek berhenti dulu meningkah
Jika payah berhenti dulu kita
Jika letih tukar dulu

1. Balik Berbalik

Iye balik berbalik
Gelap uram terang uren urum sidang
Simunamat punce wae ala aho
He nyan e hae ala aho
Aho – aho – aho
Iye balik berbalik
Gelap uram terang uren urum sidang
Simunamat punce wae ala aho
He nyan e hae ala aho
Aho – aho – aho

Balik Berbalik
Iya ku balik berbalik
Gelap dengan terang, hujan dengan teduh
Yang nmemegang punca Dialah, Ya Tuhan
Itulah dia, ya Tuhan
Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah
Iya ku balik berbalik
Gelap dengan terang, hujan dengan teduh
Yang nmemegang punca Dialah, Ya Tuhan
Itulah dia, ya Tuhan
Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

Penutup

1. Gere Kusangka

Gere kusangka, aha kenasibku bese
Berumah rerampe ehe itepini paya
Berumah rerampe ehe itepini paya
Suyeni uluh, nge turuh supue sange
Mago-mago bese aku putetangak mata
Mago-mago bese aku putetangak mata
Tetea tetar ahar reringe petepas
Gere kidie melas dengan naik iruangku
Gere kidie melas dengan naik iruangku

Tidak Kusangka
Tidak kusangka, aha kalau nasibku begini
Berumah rerumputan ditepinya rawa
Berumah rerumputan ditepinya rawa
Tiangnya bambu, sudah bocor atap dari pimping
Sulit-sulit begitu aku berputih mata
Sulit-sulit begitu aku berputih mata
Lantainya belahan bambu, dindingnya pun tepas
Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku
Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

1. Kemutauh Uren

Kemutauh uren ari langit
Munerime kedie bumi
Kemutauh uren ari langit
Munerime kedie bumi
I nampaan ara baro renah
Cabang tewah ku lawe due
Ari abang gih mungkin berubah
Bier lopah itumpun kudede
Kemutauh uren ari langit
Munerime kedie bumi
Kemutauh uren ari langit
Munerime kedie bumi
I nampaan ara baro renah
Cabang tewah ku lawe due
Ari abang gih mungkin berubah
Bier lopah itumpun kudede
Kerna langkah ni kami serapah
Berizin mi biak sudere
Kesediken cerak kami salah
Niro maaf kuama ine

Jika Turun Hujan
Jika turun hujan dari langit
Menerimakah kiranya bumi
Jika turun hujan dari langit
Menerimakah kiranya bumi
Di nampaan ada waru rendah
Cabang rebah ke lawe due
Dari abang tidak mungkin berubah
Biar pisau tancapkan ke dada
Jika turun hujan dari langit
Menerimakah kiranya bumi
Jika turun hujan dari langit
Menerimakah kiranya bumi
Di nampaan ada waru rendah
Cabang rebah ke Lawe Due
Dari abang tidak mungkin berubah
Biar pisau tancapkan ke dada
Karena langkah kami segera bergegas
Mohon izin kepada sanak saudara
Sekiranya ucapan kami salah
Mohon maaf kepada ibu-bapak

Baca Juga :
Kekuatan Magis dalam Gerak Tarian Aceh; Saman
Seluk Beluk Tari Saman

Masukan ini dipos pada Januari 30, 2008 6:32 pm dan disimpan pada Aceh, Saman, Syair . Anda dapat mengikuti semua aliran respons RSS 2.0 dari masukan ini Anda dapat memberikan tanggapan, atau trackback dari situs anda.

Jumat, April 16, 2010

sejarah merpati putih

Merpati Putih
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Lambang PPS Betako Merpati Putih

Merpati Putih (MP) merupakan salah satu perguruan pencak silat bela diri Tangan Kosong (PPS Betako) dan merupakan salah satu aset budaya bangsa, mulai terbentuk aliran jenis beladiri ini pada sekitar tahun 1550-an dan perlu dilestarikan serta dikembangkan selaras dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi dewasa ini. Saat ini MP merupakan salah satu anggota Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) dan Martial Arts Federation For World Peace (MAFWP) serta Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa atau PERSILAT (International Pencak Silat Federation).
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Arti Nama dan Motto
* 2 Sejarah
* 3 Beladiri Tangan Kosong (Betako)
* 4 Tujuan
* 5 Jurus dan Tenaga Dalam
* 6 Tingkatan dan Latihan
* 7 Pranala luar

[sunting] Arti Nama dan Motto

Arti dari Merpati Putih itu sendiri adalah suatu singkatan dalam bahasa Jawa, yaitu:

Mersudi Patitising Tindak Pusakane Titising Hening yang dalam bahasa Indonesia berarti "Mencari sampai mendapat Kebenaran dengan Ketenangan" sehingga diharapkan seorang Anggota Merpati Putih akan menyelaraskan hati dan pikiran dalam segala tindakannya. Selain itu PPS Betako Merpati Putih mempunyai motto: "Sumbangsihku tak berharga, namun Keikhlasanku nyata".
[sunting] Sejarah

Merpati putih (MP) merupakan warisan budaya peninggalan nenek moyang Indonesia yang pada awalnya merupakan ilmu keluarga Keraton yang diwariskan secara turun menurun, yang pada akhirnya atas wasiat Sang Guru ilmu Merpati Putih diperkenankan dan disebarluaskan dengan maksud untuk ditumbuhkembangkan agar berguna bagi negara.

Awalnya aliran ini dimiliki oleh Sampeyan Dalem Inkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro kemudian ke BPH Adiwidjojo (Grat I). Lalu setelah Grat ke tiga, R. Ay. Djojoredjoso ilmu yang diturunkan dipecah menurut spesialisasinya sendiri-sendiri, seni beladiri ini mempunyai dua saudara lainnya. yaitu bergelar Gagak Samudro dan Gagak Seto. Gagak Samudro diwariskan ilmu pengobatan, sedangkan Gagak Seto ilmu sastra. Dan untuk seni beladiri diturunkan kepada Gagak Handoko (Grat IV). Dari Gagak Handoko inilah akhirnya turun temurun ke Mas Saring lalu Mas Poeng dan Mas Budi menjadi PPS Betako Merpati Putih. Hingga kini, kedua saudara seperguruan lainnya tersebut tidak pernah diketahui keberadaan ilmunya dan masih tetap dicari hingga saat ini ditiap daerah di tanah air guna menyatukannya kembali.

Pada awalnya ilmu beladiri Pencak Silat ini hanya khusus diajarkan kepada Komando Pasukan Khusus ditiap kesatuan ABRI dan Polisi serta Pasukan Pengawalan Kepresidenan (Paspampres).

Didirikan pada tanggal 2 April 1963 di Yogyakarta, mempunyai kurang lebih 35 cabang dengan kolat (kelompok latihan) sebanyak 415 buah (menurut data tahun 1993) yang tersebar di seluruh Nusantara dan saat ini mempunyai anggota sebanyak satu juta orang lulusan serta yang masih aktif sekitar 100 ribu orang dan tersebar di seluruh Indonesia.

Sang Guru Merpati Putih adalah Bapak Saring Hadi Poernomo, sedangkan pendiri Perguruan dan Guru Besar sekaligus pewaris ilmu adalah Purwoto Hadi Purnomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Mas Budi) sebagai Guru Besar terakhir yaitu generasi ke sebelas (Grat XI).

PPS Betako Merpati Putih berasal dari seni beladiri keraton. Termasuk diantaranya adalah Pangeran Diponegoro.

Berikut Silsilah Turunan aliran PPS Betako Merpati Putih:

* BPH ADIWIDJOJO: Grat-I
* PH SINGOSARI: Grat-II
* R Ay DJOJOREDJOSO: Grat-III
* GAGAK HANDOKO: Grat-IV
* RM REKSO WIDJOJO: Grat-V
* R BONGSO DJOJO: Grat-VI
* DJO PREMONO: Grat-VII
* RM WONGSO DJOJO: Grat-VIII
* KROMO MENGGOLO: Grat-IX
* SARING HADI POERNOMO: Grat-X
* POERWOTO HADI POERNOMO dan BUDI SANTOSO HADI POERNOMO: Grat-XI

Amanat Sang Guru, seorang Anggota Merpati putih haruslah mengemban amanat Sang Guru yaitu :

* Memiliki rasa jujur dan welas asih
* Percaya pada diri sendiri
* Keserasian dan keselarasan dalam penampilan sehari-hari
* Menghayati dan mengamalkan sikap itu agar menimbulkan Ketaqwaan kepada Tuhan.

Pada tahun 1995, seorang anggota PPS Betako Merpati Putih cabang Jakarta Selatan, Mas Eddie Pasar mendapat piagam penghargaan Rekor dari Musium Rekor Indonesia (MURI) karena mendemonstasikan menyetir mobil terjauh dari Bogor ke Jakarta dengan mata tertutup.

Hingga tahun 1998 PPS Betako Merpati Putih masih hanya untuk Warga Negara Indonesia saja. Namun karena minat dari luar negeri sangat banyak dan antusias, MP mulai membuka diri untuk menerima anggota dari luar negeri. Adalah Nate Zeleznick dan Mike Zeleznick sebagai orang berkulit putih pertama yang diajarkan pencak silat ini pada tahun 1999 dan menjadi Guru Merpati Putih Pertama di Amerika. Pada awal bulan Oktober 2000 Mas Pung dan Mas Budi meresmikan American School of Merpati Putih yang pertama berlokasi di Ogden City Mall, Utah. MP adalah satu-satunya Pencak Silat yang diselidiki secara ilmiah mengenai masalah adanya tenaga dalam.
[sunting] Beladiri Tangan Kosong (Betako)

Latihan Merpati Putih mementingkan aspek beladiri tanpa senjata/tangan kosong. Bagian-bagian tubuh manusia dapat digunakan sebagai senjata yang tak kalah ampuhnya dengan senjata sesungguhnya. Tetapi walaupun begitu pada anggota Merpati Putih secara ekstra kurikuler (bukan kurikulum latihan) diperkenalkan senjata, sifat dan karakteristik senjata, cara menghadapi dan sebagainya.
[sunting] Tujuan

PPS Betako Merpati Putih adalah salah satu warisan ilmu beladiri karya nenek moyang Indonesia asli, dan bertujuan menempa kepribadian anggota-anggotanya agar berwatak dan berkepribadian kuat, harmonis, dinamis serta patriotis, sesuai filsafat Indonesia, yaitu Pancasila.
[sunting] Jurus dan Tenaga Dalam

Merpati Putih menggunakan tenaga dalam asli manusia, dengan permainan napas. Pada orang biasa, tenaga asli tersebut dapat dilihat dan digunakan hanya pada saat orang bersangkutan dalam kondisi terdesak saja. Misal: melompat pagar saat anjing mengejarnya di jalan yang buntu. Dalam keadaan kembali normal / tidak terdesak, orang tersebut serasa tidak percaya telah melompati pagar yang tinggi tersebut. Maka di dalam Pencak Silat ini, bagaimana menggunakan tenaga ekstra asli manusia tersebut pada saat normal, kapanpun dan dimanapun.

Secara normal sel dalam tubuh manusia menghasilkan zat yang bernama Adenosine Triphospate (A.T.P) yang merupakan cadangan energi dalam tubuh. Maka dengan bantuan teknik olah nafas, tenaga tersembunyi manusia itu dapat di latih untuk diperoleh dan dikumpulkan di dalam tubuh. Ada banyak Jurus (teknik olah) Pernapasan di dalam Pencak Silat ini diantaranya Pernapasan Pembinaan dan Pernapasan Pengolahan. Juga Ada beberapa Teknik Jurus diantaranya adalah Rangkaian Gerakan Terikat (RGT) dan Rangkaian Gerakan Bebas (RGB) Selain itu juga ada beberapa Teknik Langkah dan Gerak, diantaranya adalah Langkah Praktis dan Gerak Praktis.

Selain dari Diri Sendiri (energi badan), pengambilan energi getaran di Pencak Silat Merpati Putih ini dapat pula diambil dari alam seperti dari Bumi (energi tanah juga pohon yang berusia amat tua), atau bahkan energi dari Angkasa (energi bintang, matahari ataupun bulan.

Beberapa tahun belakangan, ilmu tenaga dalam Merpati Putih yang mengandung energi dan getaran ini telah diselidiki lebih jauh secara ilmu pengetahuan dan dikembangkan juga untuk pengobatan serta untuk kepentingan orang tuna netra, agar mereka bisa membaca, membedakan dan mengenali warna serta dapat mempermudah segala aktivitas lainnya sehari-hari.
[sunting] Tingkatan dan Latihan

Ada dua belas tingkatan di dalam PPS Betako Merpati Putih ini. Tingkatan-tingkatan dalam PPS Betako Merpati Putih dimulai dengan:

* Tingkat Dasar I, tingkatan pertama masih berstatus calon anggota, walaupun telah berseragam baju atau kaos berwarna putih, celana hitam, kerah baju merah dengan label nama diri di dada namun sabuk masih putih polos.
* Tingkat Dasar II, tingkatan kedua dan seterusnya telah memakai seragam anggota tanpa nama diri dengan lambang IPSI dan lambang Merpati Putih di dada serta bersabuk merah polos.
* Tingkat Balik I, sabuk merah (tanpa strip) dengan lambang Merpati Putih di salah satu ujungnya.
* Tingkat Balik II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip merah di salah satu ujungnya.
* Tingkat Kombinasi I, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip jingga di salah satu ujungnya.
* Tingkat Kombinasi II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip kuning di salah satu ujungnya.
* Tingkat Khusus I (Khusus Tangan), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip hijau di salah satu ujungnya.
* Tingkat Khusus II (Khusus Kaki), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip biru di salah satu ujungnya.
* Tingkat Khusus III (Khusus Badan), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip nila di salah satu ujungnya.
* Tingkat Penyegaran, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip ungu di salah satu ujungnya.
* Tingkat Inti I, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip putih di salah satu ujungnya.
* Tingkat Inti II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip merah dan putih di salah satu ujungnya.

Para anggota berlatih paling tidak dua kali dalam seminggu di suatu Kelompok Latihan atau biasa disebut Kolat. Setiap kali latihan memakan waktu sekitar kurang-lebih dua jam. Pada tiap tahun, yaitu tepatnya setiap Tahun Baru 1 Suro atau 1 Muharam, seluruh anggota dari Sabang sampai Merauke diperbolehkan mengikuti dan berkumpul bersama-sama anggota lainnya di Yogyakarta, tepatnya di pantai Parang Kusumo untuk latihan bersama dari semua Tingkatan. Juga diadakan Napak Tilas di daerah Bukit Manoreh. Acara ini sudah merupakan tradisi di dalam perguruan pencak silat ini yang berguna untuk mengetahui dan dapat bertukar pikiran antar anggota satu dengan anggota lainnya.
[sunting] Pranala luar

Rabu, April 14, 2010

PERAN PSIKOLOGI TERHADAP KEMUNGKINAN TERJADINYA CEDERA DALAM OLAHRAGA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Nama : MUHARIL
Nim :0706104020022


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM
2010

A. LATAR BELAKANG

Teori kesatuan psiko-fisik atau teori psiko-fisik totalitas berkembang karena para ahli menyadari bahwa orang yang keadaan kejiwaannya mengalami gangguan, karena rasa susah, gelisah atau ragu-ragu menghadapi sesuatu, ternyata mempengaruhi kondisi fisiknya. Akibat rasa susah dan gelisah menghadapi masa depan, seseorang kurang dapat tidur nyenyak, sehingga akhirnya mempengaruhi tingkahlaku dan penampilan¬nya. Sebaliknya keadaan fisik yang kurang sehat, karena sedang sakit, sesudah mengalami kecelakaan dan cidera, juga dapat mempengaruhi kejiwaan individu yang bersangkutan; kurang dapat memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi, kurang dapat berfikir dengan tenang, kurang dapat berfikir dengan cepat, dsb-nya.

Sejak lebih kurang setengah abad yang lalu adanya hubungan timbal-balik an¬tara jiwa dan raga, atau antara gejala fisik dan psikis, telah menjadi bahan pembahasan para ahli psikologi. Ronge (1951) menyebutkan manusia sebagai suatu organisme, yang mengikuti hukum-hukum biologi, hukum-hukum dalam pikir, rasa keadilan, dsb. Perasaan atau emosi memegang peranan penting dalam hidup manusia. Semua gejala emosional seperti: rasa takut, marah, cemas, stress, penuh harap, rasa senang dsb, dapat mempengaruhi perubahan-perubahan kondisi fisik seseorang. Perasaan atau emosi dapat memberi pengaruh-pengaruh fisiologik seperti: ketegangan otot, denyut jantung, peredaran darah, pernafasan, berfungsinya kelenjar-kelenjar hormon tertentu.
Sehubungan itu semua maka jelaslah bahwa gejala psikis akan mempengaruhi penampilan dan prestasi atlet(pelaku lahraga). Dalam hubungan ini pengaruh gangguan emosional perlu diperhatikan, karena gangguan emosional dapat mempengaruhi "psychological stability" atau keseimbangan psikis secara keseluruhan, dan ini berakibat besar terhadap pencapatan prestasi atlet.




Dalam melakukan kegiatan olahraga, lebih-lebih untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi, diperlukan berfungsinya aspek-aspek kejiwaan tertentu; misalnya untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam cabang olahraga panahan atau menembak, maka atlet harus dapat memusatkan perhatian dengan baik, penuh percaya diri, tenang, dapat berkonsentrasi penuh meski ada gangguan angin atau suara, dll-nya. untuk, menjadi peloncat indah atau peloncat menara yang berprestasi tinggi, atlet yang bersangkutan harus memiliki rasa percaya diri, keberanian, daya konsentrasi, kemauan keras, koordinasi.gerak yang baik, dan rasa keindahan; ini semua akan dapat, terganggu apabila atlet yang bersangkutan mengalami gangguan emosional.
Emosi atau perasaan atlet perlu mendapat perhatian khusus dalam olahraga, karena emosi atlet di samping mempengaruhi aspek-aspek kejiwaan yang lain (akal dan kehendak), juga mempengaruhi aspek-aspek fisiologiknya sehingga jelas akan berpengaruh terhadap peningkatan atau merosotnya prestasi atlet.

Ditinjau dari konsep jiwa dan raga sebagai kesatuan yang bersifat organis, maka gangguan emosional terhadap diri atlet akan berpengaruh terhadap keadaan kejiwaan atlet secara keseluruhan, ketidak-stabilan emosional atau "emotional instability" akan mengakibatkan terjadinya psychological instability", dan akan mempengaruhi peran fungsi-fungsi psikologisnya, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian prestasi atlet.
B. Stres Dalam Olahraga (Gejala emosional)
Seperti halnya otot-otot kita mengalami ketegangan karena melakukan jaan fisik maka kitapun dapat mengalami ketegangan psikis, yang disebut "stress".Menurut Gauron (1984) stress seperti halnya ketegangan otot tidak dapat dielakan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kita tidak dapat menghindarkan ketegangan psikik atau stress, beberapa ketegangan diperlukan dan beberapa ketegangan tidak diperlukan dalam penampilan dan melakukan tugas. Menurut Gauron kurangnya ketegangan atau "lack of tension" akan berakibat kita tidak dapat melakukan sesuatu dengan baik. Untuk dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu dibutuhkan adanya ketegangan otot-otot, dimana ketegangan tersebut sangat diperlukan kemanfaatannya.
Setiap atlet yang bertanding dalam suatu per-isdwa olahraga merasakan adanya peningkatan ketegangan emosional untuk mengap.tisipasi situasi pertandingan yang dihadapi. Singer (1986) mengemukakan bahwa aktivitas penuh ketegangan tidak selalu jelek bagi seorang atlet. Ditinjau dari macam reaksi mental dan emosional, Singer menunjukkan dues gejala yang berhubungan dengan emosi, yaitu: tidak adanya kesiapan dan penuh kesiapan. Tidak adanya kesiapan atau "under readiness" ada hubungan dengan kurangnya motivasi, sedangkan "over readiness" atau penuh kesiapan berhubungan dengan kesiapan untuk menang atau penampilan buruk, ketakutan akan kalah, dsb-nya.
Stress atau ketegangan psikis bentuknya dapat beraneka macam. Menurut Gauron (1984) stress menunjukkan gejala tidak sama terhadap tantangan-tantangan Yang dihadapi, untuk dapat melakukan adaptasi. Menghadapi stress, badan manusia Mengadakan reaksi dengan cara-cara atau bentuk yang konsisten, ada pengerahan atau"arousal"system syarat otonom"tertentu.Jadi gejala stress menurut Gauron tersebut dapat lebih bervariasi dibanding "tension" atau ketegangan fisik yang dialami seseorang.

Stress selalu akan terjadi pada diri individu apabila sesuatu yang diharapkan mendapat tantangan, sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan tersebut menghantui pemikirannya. Stress adalah suatu ketegangan emosional, yang akhir¬nya berpengaruh terhadap proses-proses psikologik maupun proses fisiologik.
Spielberger (1986) ja am tulisannya mengenai "Stress and Anxiety in Sports" dalam kumpulan karya ilmiah yang dihimpun oleh Morgan berjudul "Sport Psychology" (1986) menegaskan bahwa stress menunjukkan "psychobiological process" yang kornpieks, can proses ini pacia ainuinnyd Llefjdoil caidm situasi yang mengandung nai yang dapat merugikan-, berbahaya, atau dapat menimbulkan frustrasi (stressor).
"Stressor" menurut Spielberger (1986) menunjukkan situasi-situasi atau stimuli yang secara obyektif ditanJai dengan adanya tekanan fisik ataupun psikologik atau bahaya dalam suatu tingkat tertentu. situasi penuh stress akan ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dalam tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan manusia.
Reaksi yang berbeda-beda akan muncul dalam menghadapi "stressor", tergan¬tung pada situasi tertentu yang diperkirakan mengandung ancaman. Ancaman juga berkaitan dengan persepsi dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai hal yang dapat merugikan dan mengandung bahaya. Dalam hubungannya dengan aktivitas olahraga, khususnya kemungkinan terjadinya stress menghadapi pertandingan, maka permasalahannya sangat banyak tergantung pada din atlet yang bersangkutan.
Mengenai timt)ulnya stress, Gauron (1984) berkesimpulan:
1. "Because stress is an inevitable part of life, it cannot be avoided.
2. Since stress is inevitable, individuals must reduce its effects and cope through a personal stress management program.
3. Chronic stress may have adverse effects upon the body particularly if it is not taught to relax".
Mungkin sekali suatu situasi yang sama dapat dirasakan sebagai ancaman bagi seorang atlet, tetapi hanya merupakan tantangan bagi atlet lain, dan mungkin bahkan tidak berarti apa-apa bagi atlet lain. Jadi dari pengalaman-pengalaman mengenai an¬caman, ada hubungannya dengan keadaan mental atlet yang bersangkutan.
Mengenai ancaman dalowikaitannya dengan keadaan mental atlet, Spielberger (1986) mengemukakan'adanya dua karakteristik pokok, yang disimpulkannya sebagai berikut:
'Thus, the experience of threat is, essentially, a state of mind which has two mein characteristics:
1) It is future-oriented, generally involving the anticipation of a potentially harmful event that has not yet happened; and
2) It is mediated by mental activities-peerception, thought, memory, and judg¬ment which are involved in the appraisal process".
Penilaian adanya ancaman yang dihadapi clan adanya penilaian bahaya yanq dihadapi (masa depan) memberi andil penting terhadap timbulnya reaksi emosional serta tindakan yang akan diambil individu menghindari ancaman atau bahaya dihadapinya.


C. Upaya Pengendaliannya terhadap kecemasan dan stress dalam olahraga
Dalam upaya pengendalian kecemasan (anxiety) dan stress dalam olahraga penulis garis bawahi diantaranya: 1. Strategi Relaksasi, 2. Strategi kognitif, 3.teknik-teknik peredaan ketegangan dan mekanisme pertahanan diri
1. Strategi Relaksasi
Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak ber¬gelora tidak berarti merendahnya gairah untuk ben-nain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan pada titik atau daerah Z sesuai dengan hipotesis U-terbalik.
Untuk mencapai keadaan tersebut, diperlukan teknik-teknik tertentu melalui berbagai prosedur, baik aktif maupun pasif. prosedur aktif artinya kegiatan dilakukan sendiri secara aktif. Sementara itu, prosedur pasif ber¬arti seseorang dapat mengendalikan munculnya emosi yang bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik.
Teknik relaksasi pertama kali dikembangkan oleh Edmund Jacobsen pada awal tahun 1930-an. Jacobsen mengemukakan bahwa seseorang yang sedang berada dalam keadaan sepenul-inya relaks tidak akan memperli¬hatkan respons emosional seperti terkejut terhadap suara keras. pada ta¬hun 1938, Jacobsen merancang suatu teknik relaksasi yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya apa yang disebut dengan Latihan Relak¬sasi progresif (Progressive Relaxation Training).
Dengan latihan relaksasi, Jacobsen percaya bahwa seseorang dapat diubah menjadi relaks pada otot-ototnya. Sekaligus juga, latihan ini me¬ngurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada sistem saraf pusat mau¬pun pada sistem saraf otonom. Latihan ini dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat.
Kira-kira pada waktu yang bersamaan, seorang dokter di Jerman bernama Johannes Schultz, memperkenalkan suatu teknik pasif agar se¬seorang mampu menguasai munculnya emosi yang bergelora. Schultz menyebut latihan tersebut sebagai Latihan Autogenik (Autogenic Training). Teknik ini dapat melatih seseorang untuk melakukan sugesti diri, agar is dapat mengubah sendiri kondisi kefaalan pada tubuhnya untuk mengen¬dalikan munculnya emosi yang terlalu bergelora. Setelah diajarkan cara¬cara untuk melaksanakannya, seseorang tidak lagi tergantung pada ahli terapinya, melainkan dapat melakukannya sendiri melalui teknik sugesti diri (auto-sugestion technique). Jadi, dengan melakukan autogenic training, seorang atlet dapat mengubah sendiri kondisi kefaalannya. Ia juga dapat mengatur dan mengendalikan pemunculan emosinya pada tingkatan yang dikehendaki.
Beberapa contoh dari latihan ini adalah latihan untuk merasakan berat dan panas pada anggota gerak, dengan ungkapan, "Saya rasakan le¬ngan kanan saya berat", "saya rasakan lengan kanan saya panas dan re¬laks." Latihan pemapasan atau pengaturan aktivitas jantung dan paru¬paru, dengan contoh ungkapan, "Pemapasan saya lebih tenang dan de¬nyut jantung saya berdetak lebih lambat". Serta latihan untuk merasakan panas atau dingin pada perut clan dahi. "Da-hi dan perut saya lebih dingin." Jadi, latihan autogenik merupakan suatu latihan yang menitikberatkan munculnya kemampuan pengendalian gejolak emosi pada tubuh.
Kemudian, sekitar tahun 1950-an, seorang tokoh beraliran behavior¬istik, Joseph Wolpe, melakukan modifikasi dari teknik relaksasi milik Jacobsen. Wolpe menganggap bahwa teknik milik Jacobsen tersebut me¬makan waktu terlalu lama. Ia lalu merancang teknik yang lebih pendek, lebih sederhana, dan lebih mudah dilakukan. Teknik ini dikenal dengan narna latihan relaksasi progresif yang merupakan dasar untuk melakukan pengebalan sistematik (systematic desensitization). Teknik ini digunakan untuk menangani seseorang yang memiliki masalah ketegangan dan ke¬cemasan. Mereka yang membutuhkan dapat diajarkan untuk melakukan teknik tersebut sendiri, dengan mempergunakan alat biofeedback (EMG).
Dalam perkembangannya, teknik-teknik yang digunakan, baik oleh Jacobsen maupun Wolpe, dianggap kurang efisien. Oleh karena itu, ke¬mudian bermunculan model-model relaksasi barn sebagaimana yang di¬kemukakan oleh Bernstein & Borkovec (1973) dan Bernstein & Geffen (1984).
Dalam perkembangan selanjutnya, latihan relaksasi progresif digu¬nakan sebagai teknik tersendiri, tidak lagi sebagai bagian dari pendekatan behavioristik. Awalnya, latihan relaksasi progresif ini digunakan oleh pa¬sien penderita kecemasan atau ketegangan yang bersumber pada gejolak emosinya.Latihan relaksasi progresif juga dapat dilakukan melalui suatu alat yang dikenal dengan sebutan biofeedback atau EMG (elektromyografi). EMG memiliki fungsi mencatat atau merekam intensitas ketegangan otot¬otot seseorang, untuk kemudian ditampilkan dalam bentuk ukuran angka¬angka, misalnya +3 atau +10. Dengan menggunakan alat tersebut, sese¬orang dapat memantau tingkatan ketegangan sebelum maupun sesudah dilakukan latihan.
Dengan adanya kemampuan untuk memantau perubahan tingkatan ketegangan pada diri sendiri, maka ketegangan otot-otot dapat diatur sampai pada keadaan relaks yang dikehendaki. Arti praktisnya adalah, seseorang dapat mengatur ketegangan-ketegangan ototnya menjadi lebih relaks, sehingga gejolak emosinya pun menjadi lebih tenang. Apabila penggunaan biofeedback telah dilakukan berkali-kali, maka relaksasi dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun, tanpa membutuhkan alat biofeed¬back lagi.
Oleh karma itu, para ahli kemudian berupaya keras untuk mencari modifikasi agar latihan relaksasi progresif dapat dilakukan dalam format yang lebih pendek dan praktis. Apabila seseorang telah beberapa kali ber¬hasil dalam keadaan relaks, maka pengelompokan otot dapat diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Lengan dan tangan bersama-sama.
2. Semua otot muka.
3. Dada, pundak, punggung bagian atas, perut.
4. Pinggul dan pangkal paha.
5. Kaki dan tapak kaki.
Contoh lain dari modifikasi tersebut adalah teknik pernapasan atau breathing technique. Teknik ini banyak dilakukan oleh para atlet karma da¬pat dilakukan di sembarang tempat, misalnya di pinggir arena pertan¬dingan, saat menunggu waktu untuk bermain, demikian pula pada saat gejolak emosi sedang memuncak, misalnya pada malam sebelum pertan¬dingan, atau beberapa jam sebelum pertandingan.
Menurut Masters, dan kawan-kawan (1987) (dalam Gunarsa, S.D., 2002), manfaat dari melakukan latihan relaksasi progresif adalah:
1. Meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot. Artinya, ada pemahaman bahwa gejolak emosi berpengaruh terhadap ketegangan otot dan sebaliknya.
2. Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan ketegangan otot.
3. Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan kegiatan kognitif, yaitu meliputi kemampuan pemusatan perhatian terhadap suatu objek
4. Meningkatnya kemampuan untuk melakukan kegiatan.
5. Menurunnya ketegangan otot.
6. Menurunnya gejolak emosi karena pengaruh perubahan kefaalan.
7. Menurunnya tingkat kecemasan, serta emosi-emosi negatif lainnya.
8. Menurunnya kekhawatiran dan ketakutan.
Selain latihan relaksasi progresif, dalam melakukan perubahan atau rnodifikasi suatu perilaku, dikenal pula suatu teknik yang disebut sebagai systematic desensitization atau teknik pengebalan sistematik.
Jika terdapat suatu keadaan atau objek yang dipersepsikan tidak menguntungkan sehingga mempengaruhi gejolak emosi secara luar biasa clan ditampilkan dalam emosi tegang, maka tentu akan berakibat buruk terhadap penampilan. Seorang atlet dapat Baja merasakan ketakutan-ke¬takutan tertentu pada saat bertanding, seperti hal-hal yang berkaitan de¬ngan lawan tandingnya, suhu arena atau cuaca pada umumnya, angin, sorakan penonton, atau penilaian dari tokoh-tokoh tertentu yang sedang menyaksikan.
Namun demikian, keadaan-keadaan seperti ini merupakan hal yang mutlak harus dihadapi. Oleh karena itu, seorang atlet harus mampu menghadapi keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan sebagaimana disebutkan di atas. Kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi terse-but merupakan keterampilan individual dan khusus yang diajarkan oleh pelatih atau psikolog olahraganya.
Teknik pengebalan sistematik (systematic desensitization) merupakan latihan bertahap untuk mengurangi kepekaan terhadap suatu rangsang, sehingga terbentuk habituasi atau pembiasaan. Suatu rangsang yang awalnya menimbulkan gejolak emosi yang sangat tinggi, melalui latihan sistematik tertentu, lambat-laun tidak lagi dipersepsikan negatif. Secara bertahap, akan terjadi pengurangan atau pengenduran reaksi emosi, se¬hingga gejolak emosi pun menjadi stabil.
Jadi, sumber rangsang tidak diubah atau diganti, melainkan di dalam diri atlet terjadi perubahan secara sistematik Gejolak emosi yang pada awalnya sangat tinggi saat menghadapi suatu keadaan, lambat-laun men¬jadi berkurang. Ini merupakan prinsip sistematik desensitisasi, atau upaya untuk mengatur reaksi-reaksi emosi yang bergejolak dalam batas-batas proporsi yang wajar dan tidak merugikan.
Cara relaksasi lainnya adalah transcendental meditation atau meditasi transendental. Teknik ini merupakan relaksasi yang dikembangkan dari tradisi India, diperkenalkan di Amerika pada awal tahun 1960-an oleh se¬orang pendeta India, Maharishi Mahesh Yogi.
Keith Wallace dari UCLA merupakan salah satu psikolog pertama yang menyelicliki mengenai teknik tersebut. Penelitian Wallace (1971) me¬nunjukkan bahwa teknik tersebut memberikan efek luar biasa pada tubuh, yaitu detak jantung menurun sampai stabil clan peredaran asam laktat menjadi tiga kali lebih cepat dibandingkan saat beristirahat biasa.
Meditasi transendental merupakan teknik mental yang dapat di¬praktekkan setiap pagi dan malam selama 15 sampai 20 menit, saat sese¬orang duduk nyaman dengan mats tertutup sambil memikirkan suatu 'mantera' tertentu. Setelah 20 menit, ketegangan tubuh akan mengenclor total dan orang yang bersangkutan akan mengalami kondisi yang segar dan dinamis, percaya diri, serta siap untuk beraksi.
Meditasi transendental dilakukan seseorang dengan memusatkan perhatian dan berkonsentrasi terhadap suatu objek atau pikiran dan ke¬giatan tersebut ditahannya untuk beberapa waktu dalam posisi tubuh yang nyaman, tanpa terganggu atau teralih perhatian dan konsentrasinya. Apabila hal tersebut dapat dilakukan, maka akan diperoleh keadaan relaks.
Selama meditasi, tubuh akan mencapai tahap sadar sepenuhnya na¬mun tanpa beban pikiran apa pun. Pada kondisi tersebut, seseorang akan siap menghadapi rangsang apa pun, serta siap memberikan respons yang sesuai dan optimal.
2. Strategi Kognitif
Strategi kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Jadi, kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan, tidak disebabkan oleh objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses berpikir seseorang.
Misalnya, seorang atlet bulutangkis tidak dapat menyalahkan shuttle¬cock karena berat atau kecepatannya berbeda dari biasanya, karena yang menentukan sesuai atau tidaknya caranya memukul dan kekuatan pu¬kulan adalah proses berpikir atlet tersebut. Jadi, yang seharusnya diubah adalah pengendali perilaku atlet, dalam hal ini gerakan atau pukulannya, agar dapat menyesuaikan dengan keadaan khusus. Dari penjelasan ini, tampak bahwa proses kognitif merupakan sumber dari semua perilaku pada atlet.
Salah satu kegiatan yang mendukung berfungsinya proses kognitif adalah kegiatan pemusatan perhatian yang bersumber pada inti pikiran seseorang. Contohnya, pemikiran sebagai berikut: "Saga memusatkan perhatian terhadap kornitmen saya untuk bermain sesuai dengan apa yang sudah saya latih dan strategi bermain saya." Kegiatan ini merupakan ke¬giatan menginstruksi diri sendiri (self-instruction), sehingga apa pun yang akan terjadi dalam permainan, atlet akan berpedoman pada proses ber¬pikirnya.
Namun dalam kenyataannya, strategi kognitif seperti ini sangat erat kaitannya dengan status emosi dan berbagai macam pergolakannya. Per¬golakan tersebut berasal dari tingkat ketegangan yang dialami oleh atlet, khususnya yang bersumber pada dirinya, yakni trait anxiety.
3. Teknik-teknik Peredaan Ketegangan

Hanya mengetahui "apa" atau "the what"saja mengapa atlet tegang atau takut tanpa mengetahui "the how" atau "bagaimana" cara penyembuhannya tidaklah banyak man¬faatnya dan tidak akan menolong atlet. Oleh karena itu, pelatih sebaiknya juga mempersenjatai diri dengan kete¬rampilan bagaimana cara meredakan ketegangan yang ada pada atlet. Ada beberapa teknik yang bisa membantu menu¬runkan atau mengurangi ketegangan atlet (desensitizatioll, techniques). Antara lain:
a. Teknik Jacobson dan Schultz, yaitu dengan mengu¬rangi arti pentingnya pertandingan dalam benak atlet, atau mengurangi ancaman hukuman kalau atlet gagal.
b. Teknik Cratty. Dengan teknik ini, mula-mula disusun suatu urutan (hierarki) anxiety yang dialami atlet, dari Yang paling ditakuti sampai yang paling kurang ditakuti oleh atlet. Pada permulaan, atlet dihadapkan pada situ¬asi yang paling sedikit membangkitkan anxiety. Setelah atlet terbiasa dan tidak takut lagi dengan situasi terse-but, dia kemudian dilibatkan dalam situasi takut yang agak lebih berat. Demikian seterusnya.
c. Teknik progressive muscle relaxation dari Jacobson, yaitu latihan memaksa otot-otot yang tegang dijadikan relaks.
d. Teknik autogenic relaxation, yaitu toknik relaksasi Yang menekankan pada sugesti diri (self-suggestion).
e. Latihan pernapasan dalam (deep breathing).
f. Meditasi.
g. Berpikir positif.
h. Visualisasi.
i. Latihan simulasi: pada waktu latihan, berlatihlah de¬ngan menciptakan situasi seakan-akan sedang betul¬betul bertanding, dan usahakan untuk tampil sebaik¬baiknya. Lakukan latihan dengan intensitas yang tinggi seperti dalam pertandingan sebetulnya. Biarkan atlet mengalami stres fisik maupun mental.
Dengan berulang kali berlatih dengan stres yang tinggi, diharapkan lama-kelamaan ketegangan atlet akan ber¬kurang pada waktu menghadapi stres.
4. Mehanisme pertahanan diri
Anxiety, kekhawatiran, dan ketakutan yang berke¬camuk dalam diri atlet adalah gejala yang umum dalam olahraga. Anxiety dan ketakutan adalah reaksi terhadap perasaan "khawatir akan terancam pribadinya". Karena anxiety yang dialami atlet adalah sesuatu keadaan yang sangat tidal? enak dan selamanya akan berkecamuk dalam kehidupan seorang atlet, maka dibutuhkan suatu mekanis¬me di dalam kepribadiannya untuk inenolongitya inengotasi atau ineinb,-baskan dirinya dari anxiety tersebut. Mekanis¬me ini biasanya disebut security operation atau defense inechanisin. Jadi mekanisme ini berfungsi sebagai alai agar kepribadiannya tidak merasa terancam. Sering kali meka¬nisme ini bekerja demikian efektif sehingga atlet benar¬benar terlindung dari perasaan cemas tersebut.
Tampaknya di semua cabang olahraga sering terjadi mekanisme pertahanan demikian, bukan hanya oleh atlet, akan tetapi juga oleh pelatih, tim manajer, pengurus dan lain-lain.
Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan atlet, pelatih, Tim Manajer, Pengurus, KONI, dan lain-lain me¬mang betul karena lapangan licin, bola tidak bundar, banyak angin, penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan alasannya tidak rasional dan hanya merupakan manifestasi dari pera¬saan kecewa karena mengalami kegagalan, serta kedok agar terhindar dari perasaan cemas dan takut akan dikritik, di-cemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar mereka tidak disalahkan oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu penyebab kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya.
Sebagai pelatih, kita harus mendidik dan melatih para atlet agar tidak membiasakan diri menggunakan defense inechanisin yang tidak wajar sebagaimana contoh-contoh tersebut di atas. Sebab-sebab dari setiap kegagalan haruslah didiskusikan, dievaluasi, dianalisis secara rasional, intelek¬tual dan inteligen. Pelatih harus mengajarkan dan mendidik atlet agar tidak meremehkan kegagalan, dan menilai setiap kegagalan dengan penuh pemahaman dan pengertian yang wajar. Dengan demikian dapatlah diharapkan pula bahwa maturitas mental para atlet sedikit demi sedikit dapat dikembangkan.

PERAN PSIKOLOGI TERHADAP KEMUNGKINAN TERJADINYA CEDERA DALAM OLAHRAGA D

PERAN PSIKOLOGI TERHADAP KEMUNGKINAN TERJADINYA CEDERA DALAM OLAHRAGA

D

I

S

U

S

U

N

Oleh:

Nama : MUHARIL

Nim :0706104020022

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM

2010

A. LATAR BELAKANG


Teori kesatuan psiko-fisik atau teori psiko-fisik totalitas berkembang karena para ahli menyadari bahwa orang yang keadaan kejiwaannya mengalami gangguan, karena rasa susah, gelisah atau ragu-ragu menghadapi sesuatu, ternyata mempengaruhi kondisi fisiknya. Akibat rasa susah dan gelisah menghadapi masa depan, seseorang kurang dapat tidur nyenyak, sehingga akhirnya mempengaruhi tingkahlaku dan penampilan¬nya. Sebaliknya keadaan fisik yang kurang sehat, karena sedang sakit, sesudah mengalami kecelakaan dan cidera, juga dapat mempengaruhi kejiwaan individu yang bersangkutan; kurang dapat memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi, kurang dapat berfikir dengan tenang, kurang dapat berfikir dengan cepat, dsb-nya.


Sejak lebih kurang setengah abad yang lalu adanya hubungan timbal-balik an¬tara jiwa dan raga, atau antara gejala fisik dan psikis, telah menjadi bahan pembahasan para ahli psikologi. Ronge (1951) menyebutkan manusia sebagai suatu organisme, yang mengikuti hukum-hukum biologi, hukum-hukum dalam pikir, rasa keadilan, dsb. Perasaan atau emosi memegang peranan penting dalam hidup manusia. Semua gejala emosional seperti: rasa takut, marah, cemas, stress, penuh harap, rasa senang dsb, dapat mempengaruhi perubahan-perubahan kondisi fisik seseorang. Perasaan atau emosi dapat memberi pengaruh-pengaruh fisiologik seperti: ketegangan otot, denyut jantung, peredaran darah, pernafasan, berfungsinya kelenjar-kelenjar hormon tertentu.
Sehubungan itu semua maka jelaslah bahwa gejala psikis akan mempengaruhi penampilan dan prestasi atlet(pelaku lahraga). Dalam hubungan ini pengaruh gangguan emosional perlu diperhatikan, karena gangguan emosional dapat mempengaruhi "psychological stability" atau keseimbangan psikis secara keseluruhan, dan ini berakibat besar terhadap pencapatan prestasi atlet.



Dalam melakukan kegiatan olahraga, lebih-lebih untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi, diperlukan berfungsinya aspek-aspek kejiwaan tertentu; misalnya untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam cabang olahraga panahan atau menembak, maka atlet harus dapat memusatkan perhatian dengan baik, penuh percaya diri, tenang, dapat berkonsentrasi penuh meski ada gangguan angin atau suara, dll-nya. untuk, menjadi peloncat indah atau peloncat menara yang berprestasi tinggi, atlet yang bersangkutan harus memiliki rasa percaya diri, keberanian, daya konsentrasi, kemauan keras, koordinasi.gerak yang baik, dan rasa keindahan; ini semua akan dapat, terganggu apabila atlet yang bersangkutan mengalami gangguan emosional.
Emosi atau perasaan atlet perlu mendapat perhatian khusus dalam olahraga, karena emosi atlet di samping mempengaruhi aspek-aspek kejiwaan yang lain (akal dan kehendak), juga mempengaruhi aspek-aspek fisiologiknya sehingga jelas akan berpengaruh terhadap peningkatan atau merosotnya prestasi atlet.


Ditinjau dari konsep jiwa dan raga sebagai kesatuan yang bersifat organis, maka gangguan emosional terhadap diri atlet akan berpengaruh terhadap keadaan kejiwaan atlet secara keseluruhan, ketidak-stabilan emosional atau "emotional instability" akan mengakibatkan terjadinya psychological instability", dan akan mempengaruhi peran fungsi-fungsi psikologisnya, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian prestasi atlet.
B. Stres Dalam Olahraga (Gejala emosional)
Seperti halnya otot-otot kita mengalami ketegangan karena melakukan jaan fisik maka kitapun dapat mengalami ketegangan psikis, yang disebut "stress".Menurut Gauron (1984) stress seperti halnya ketegangan otot tidak dapat dielakan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kita tidak dapat menghindarkan ketegangan psikik atau stress, beberapa ketegangan diperlukan dan beberapa ketegangan tidak diperlukan dalam penampilan dan melakukan tugas. Menurut Gauron kurangnya ketegangan atau "lack of tension" akan berakibat kita tidak dapat melakukan sesuatu dengan baik. Untuk dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu dibutuhkan adanya ketegangan otot-otot, dimana ketegangan tersebut sangat diperlukan kemanfaatannya.
Setiap atlet yang bertanding dalam suatu per-isdwa olahraga merasakan adanya peningkatan ketegangan emosional untuk mengap.tisipasi situasi pertandingan yang dihadapi. Singer (1986) mengemukakan bahwa aktivitas penuh ketegangan tidak selalu jelek bagi seorang atlet. Ditinjau dari macam reaksi mental dan emosional, Singer menunjukkan dues gejala yang berhubungan dengan emosi, yaitu: tidak adanya kesiapan dan penuh kesiapan. Tidak adanya kesiapan atau "under readiness" ada hubungan dengan kurangnya motivasi, sedangkan "over readiness" atau penuh kesiapan berhubungan dengan kesiapan untuk menang atau penampilan buruk, ketakutan akan kalah, dsb-nya.
Stress atau ketegangan psikis bentuknya dapat beraneka macam. Menurut Gauron (1984) stress menunjukkan gejala tidak sama terhadap tantangan-tantangan Yang dihadapi, untuk dapat melakukan adaptasi. Menghadapi stress, badan manusia Mengadakan reaksi dengan cara-cara atau bentuk yang konsisten, ada pengerahan atau"arousal"system syarat otonom"tertentu.Jadi gejala stress menurut Gauron tersebut dapat lebih bervariasi dibanding "tension" atau ketegangan fisik yang dialami seseorang.

Stress selalu akan terjadi pada diri individu apabila sesuatu yang diharapkan mendapat tantangan, sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan tersebut menghantui pemikirannya. Stress adalah suatu ketegangan emosional, yang akhir¬nya berpengaruh terhadap proses-proses psikologik maupun proses fisiologik.
Spielberger (1986) ja am tulisannya mengenai "Stress and Anxiety in Sports" dalam kumpulan karya ilmiah yang dihimpun oleh Morgan berjudul "Sport Psychology" (1986) menegaskan bahwa stress menunjukkan "psychobiological process" yang kornpieks, can proses ini pacia ainuinnyd Llefjdoil caidm situasi yang mengandung nai yang dapat merugikan-, berbahaya, atau dapat menimbulkan frustrasi (stressor).
"Stressor" menurut Spielberger (1986) menunjukkan situasi-situasi atau stimuli yang secara obyektif ditanJai dengan adanya tekanan fisik ataupun psikologik atau bahaya dalam suatu tingkat tertentu. situasi penuh stress akan ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dalam tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan manusia.
Reaksi yang berbeda-beda akan muncul dalam menghadapi "stressor", tergan¬tung pada situasi tertentu yang diperkirakan mengandung ancaman. Ancaman juga berkaitan dengan persepsi dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai hal yang dapat merugikan dan mengandung bahaya. Dalam hubungannya dengan aktivitas olahraga, khususnya kemungkinan terjadinya stress menghadapi pertandingan, maka permasalahannya sangat banyak tergantung pada din atlet yang bersangkutan.
Mengenai timt)ulnya stress, Gauron (1984) berkesimpulan:
1. "Because stress is an inevitable part of life, it cannot be avoided.
2. Since stress is inevitable, individuals must reduce its effects and cope through a personal stress management program.
3. Chronic stress may have adverse effects upon the body particularly if it is not taught to relax".
Mungkin sekali suatu situasi yang sama dapat dirasakan sebagai ancaman bagi seorang atlet, tetapi hanya merupakan tantangan bagi atlet lain, dan mungkin bahkan tidak berarti apa-apa bagi atlet lain. Jadi dari pengalaman-pengalaman mengenai an¬caman, ada hubungannya dengan keadaan mental atlet yang bersangkutan.
Mengenai ancaman dalowikaitannya dengan keadaan mental atlet, Spielberger (1986) mengemukakan'adanya dua karakteristik pokok, yang disimpulkannya sebagai berikut:
'Thus, the experience of threat is, essentially, a state of mind which has two mein characteristics:
1) It is future-oriented, generally involving the anticipation of a potentially harmful event that has not yet happened; and
2) It is mediated by mental activities-peerception, thought, memory, and judg¬ment which are involved in the appraisal process".
Penilaian adanya ancaman yang dihadapi clan adanya penilaian bahaya yanq dihadapi (masa depan) memberi andil penting terhadap timbulnya reaksi emosional serta tindakan yang akan diambil individu menghindari ancaman atau bahaya dihadapinya.


C. Upaya Pengendaliannya terhadap kecemasan dan stress dalam olahraga
Dalam upaya pengendalian kecemasan (anxiety) dan stress dalam olahraga penulis garis bawahi diantaranya: 1. Strategi Relaksasi, 2. Strategi kognitif, 3.teknik-teknik peredaan ketegangan dan mekanisme pertahanan diri
1. Strategi Relaksasi
Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak ber¬gelora tidak berarti merendahnya gairah untuk ben-nain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan pada titik atau daerah Z sesuai dengan hipotesis U-terbalik.
Untuk mencapai keadaan tersebut, diperlukan teknik-teknik tertentu melalui berbagai prosedur, baik aktif maupun pasif. prosedur aktif artinya kegiatan dilakukan sendiri secara aktif. Sementara itu, prosedur pasif ber¬arti seseorang dapat mengendalikan munculnya emosi yang bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik.
Teknik relaksasi pertama kali dikembangkan oleh Edmund Jacobsen pada awal tahun 1930-an. Jacobsen mengemukakan bahwa seseorang yang sedang berada dalam keadaan sepenul-inya relaks tidak akan memperli¬hatkan respons emosional seperti terkejut terhadap suara keras. pada ta¬hun 1938, Jacobsen merancang suatu teknik relaksasi yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya apa yang disebut dengan Latihan Relak¬sasi progresif (Progressive Relaxation Training).
Dengan latihan relaksasi, Jacobsen percaya bahwa seseorang dapat diubah menjadi relaks pada otot-ototnya. Sekaligus juga, latihan ini me¬ngurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada sistem saraf pusat mau¬pun pada sistem saraf otonom. Latihan ini dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat.
Kira-kira pada waktu yang bersamaan, seorang dokter di Jerman bernama Johannes Schultz, memperkenalkan suatu teknik pasif agar se¬seorang mampu menguasai munculnya emosi yang bergelora. Schultz menyebut latihan tersebut sebagai Latihan Autogenik (Autogenic Training). Teknik ini dapat melatih seseorang untuk melakukan sugesti diri, agar is dapat mengubah sendiri kondisi kefaalan pada tubuhnya untuk mengen¬dalikan munculnya emosi yang terlalu bergelora. Setelah diajarkan cara¬cara untuk melaksanakannya, seseorang tidak lagi tergantung pada ahli terapinya, melainkan dapat melakukannya sendiri melalui teknik sugesti diri (auto-sugestion technique). Jadi, dengan melakukan autogenic training, seorang atlet dapat mengubah sendiri kondisi kefaalannya. Ia juga dapat mengatur dan mengendalikan pemunculan emosinya pada tingkatan yang dikehendaki.
Beberapa contoh dari latihan ini adalah latihan untuk merasakan berat dan panas pada anggota gerak, dengan ungkapan, "Saya rasakan le¬ngan kanan saya berat", "saya rasakan lengan kanan saya panas dan re¬laks." Latihan pemapasan atau pengaturan aktivitas jantung dan paru¬paru, dengan contoh ungkapan, "Pemapasan saya lebih tenang dan de¬nyut jantung saya berdetak lebih lambat". Serta latihan untuk merasakan panas atau dingin pada perut clan dahi. "Da-hi dan perut saya lebih dingin." Jadi, latihan autogenik merupakan suatu latihan yang menitikberatkan munculnya kemampuan pengendalian gejolak emosi pada tubuh.
Kemudian, sekitar tahun 1950-an, seorang tokoh beraliran behavior¬istik, Joseph Wolpe, melakukan modifikasi dari teknik relaksasi milik Jacobsen. Wolpe menganggap bahwa teknik milik Jacobsen tersebut me¬makan waktu terlalu lama. Ia lalu merancang teknik yang lebih pendek, lebih sederhana, dan lebih mudah dilakukan. Teknik ini dikenal dengan narna latihan relaksasi progresif yang merupakan dasar untuk melakukan pengebalan sistematik (systematic desensitization). Teknik ini digunakan untuk menangani seseorang yang memiliki masalah ketegangan dan ke¬cemasan. Mereka yang membutuhkan dapat diajarkan untuk melakukan teknik tersebut sendiri, dengan mempergunakan alat biofeedback (EMG).
Dalam perkembangannya, teknik-teknik yang digunakan, baik oleh Jacobsen maupun Wolpe, dianggap kurang efisien. Oleh karena itu, ke¬mudian bermunculan model-model relaksasi barn sebagaimana yang di¬kemukakan oleh Bernstein & Borkovec (1973) dan Bernstein & Geffen (1984).
Dalam perkembangan selanjutnya, latihan relaksasi progresif digu¬nakan sebagai teknik tersendiri, tidak lagi sebagai bagian dari pendekatan behavioristik. Awalnya, latihan relaksasi progresif ini digunakan oleh pa¬sien penderita kecemasan atau ketegangan yang bersumber pada gejolak emosinya.Latihan relaksasi progresif juga dapat dilakukan melalui suatu alat yang dikenal dengan sebutan biofeedback atau EMG (elektromyografi). EMG memiliki fungsi mencatat atau merekam intensitas ketegangan otot¬otot seseorang, untuk kemudian ditampilkan dalam bentuk ukuran angka¬angka, misalnya +3 atau +10. Dengan menggunakan alat tersebut, sese¬orang dapat memantau tingkatan ketegangan sebelum maupun sesudah dilakukan latihan.
Dengan adanya kemampuan untuk memantau perubahan tingkatan ketegangan pada diri sendiri, maka ketegangan otot-otot dapat diatur sampai pada keadaan relaks yang dikehendaki. Arti praktisnya adalah, seseorang dapat mengatur ketegangan-ketegangan ototnya menjadi lebih relaks, sehingga gejolak emosinya pun menjadi lebih tenang. Apabila penggunaan biofeedback telah dilakukan berkali-kali, maka relaksasi dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun, tanpa membutuhkan alat biofeed¬back lagi.
Oleh karma itu, para ahli kemudian berupaya keras untuk mencari modifikasi agar latihan relaksasi progresif dapat dilakukan dalam format yang lebih pendek dan praktis. Apabila seseorang telah beberapa kali ber¬hasil dalam keadaan relaks, maka pengelompokan otot dapat diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Lengan dan tangan bersama-sama.
2. Semua otot muka.
3. Dada, pundak, punggung bagian atas, perut.
4. Pinggul dan pangkal paha.
5. Kaki dan tapak kaki.
Contoh lain dari modifikasi tersebut adalah teknik pernapasan atau breathing technique. Teknik ini banyak dilakukan oleh para atlet karma da¬pat dilakukan di sembarang tempat, misalnya di pinggir arena pertan¬dingan, saat menunggu waktu untuk bermain, demikian pula pada saat gejolak emosi sedang memuncak, misalnya pada malam sebelum pertan¬dingan, atau beberapa jam sebelum pertandingan.
Menurut Masters, dan kawan-kawan (1987) (dalam Gunarsa, S.D., 2002), manfaat dari melakukan latihan relaksasi progresif adalah:
1. Meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot. Artinya, ada pemahaman bahwa gejolak emosi berpengaruh terhadap ketegangan otot dan sebaliknya.
2. Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan ketegangan otot.
3. Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan kegiatan kognitif, yaitu meliputi kemampuan pemusatan perhatian terhadap suatu objek
4. Meningkatnya kemampuan untuk melakukan kegiatan.
5. Menurunnya ketegangan otot.
6. Menurunnya gejolak emosi karena pengaruh perubahan kefaalan.
7. Menurunnya tingkat kecemasan, serta emosi-emosi negatif lainnya.
8. Menurunnya kekhawatiran dan ketakutan.
Selain latihan relaksasi progresif, dalam melakukan perubahan atau rnodifikasi suatu perilaku, dikenal pula suatu teknik yang disebut sebagai systematic desensitization atau teknik pengebalan sistematik.
Jika terdapat suatu keadaan atau objek yang dipersepsikan tidak menguntungkan sehingga mempengaruhi gejolak emosi secara luar biasa clan ditampilkan dalam emosi tegang, maka tentu akan berakibat buruk terhadap penampilan. Seorang atlet dapat Baja merasakan ketakutan-ke¬takutan tertentu pada saat bertanding, seperti hal-hal yang berkaitan de¬ngan lawan tandingnya, suhu arena atau cuaca pada umumnya, angin, sorakan penonton, atau penilaian dari tokoh-tokoh tertentu yang sedang menyaksikan.
Namun demikian, keadaan-keadaan seperti ini merupakan hal yang mutlak harus dihadapi. Oleh karena itu, seorang atlet harus mampu menghadapi keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan sebagaimana disebutkan di atas. Kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi terse-but merupakan keterampilan individual dan khusus yang diajarkan oleh pelatih atau psikolog olahraganya.
Teknik pengebalan sistematik (systematic desensitization) merupakan latihan bertahap untuk mengurangi kepekaan terhadap suatu rangsang, sehingga terbentuk habituasi atau pembiasaan. Suatu rangsang yang awalnya menimbulkan gejolak emosi yang sangat tinggi, melalui latihan sistematik tertentu, lambat-laun tidak lagi dipersepsikan negatif. Secara bertahap, akan terjadi pengurangan atau pengenduran reaksi emosi, se¬hingga gejolak emosi pun menjadi stabil.
Jadi, sumber rangsang tidak diubah atau diganti, melainkan di dalam diri atlet terjadi perubahan secara sistematik Gejolak emosi yang pada awalnya sangat tinggi saat menghadapi suatu keadaan, lambat-laun men¬jadi berkurang. Ini merupakan prinsip sistematik desensitisasi, atau upaya untuk mengatur reaksi-reaksi emosi yang bergejolak dalam batas-batas proporsi yang wajar dan tidak merugikan.
Cara relaksasi lainnya adalah transcendental meditation atau meditasi transendental. Teknik ini merupakan relaksasi yang dikembangkan dari tradisi India, diperkenalkan di Amerika pada awal tahun 1960-an oleh se¬orang pendeta India, Maharishi Mahesh Yogi.
Keith Wallace dari UCLA merupakan salah satu psikolog pertama yang menyelicliki mengenai teknik tersebut. Penelitian Wallace (1971) me¬nunjukkan bahwa teknik tersebut memberikan efek luar biasa pada tubuh, yaitu detak jantung menurun sampai stabil clan peredaran asam laktat menjadi tiga kali lebih cepat dibandingkan saat beristirahat biasa.
Meditasi transendental merupakan teknik mental yang dapat di¬praktekkan setiap pagi dan malam selama 15 sampai 20 menit, saat sese¬orang duduk nyaman dengan mats tertutup sambil memikirkan suatu 'mantera' tertentu. Setelah 20 menit, ketegangan tubuh akan mengenclor total dan orang yang bersangkutan akan mengalami kondisi yang segar dan dinamis, percaya diri, serta siap untuk beraksi.
Meditasi transendental dilakukan seseorang dengan memusatkan perhatian dan berkonsentrasi terhadap suatu objek atau pikiran dan ke¬giatan tersebut ditahannya untuk beberapa waktu dalam posisi tubuh yang nyaman, tanpa terganggu atau teralih perhatian dan konsentrasinya. Apabila hal tersebut dapat dilakukan, maka akan diperoleh keadaan relaks.
Selama meditasi, tubuh akan mencapai tahap sadar sepenuhnya na¬mun tanpa beban pikiran apa pun. Pada kondisi tersebut, seseorang akan siap menghadapi rangsang apa pun, serta siap memberikan respons yang sesuai dan optimal.
2. Strategi Kognitif
Strategi kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Jadi, kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan, tidak disebabkan oleh objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses berpikir seseorang.
Misalnya, seorang atlet bulutangkis tidak dapat menyalahkan shuttle¬cock karena berat atau kecepatannya berbeda dari biasanya, karena yang menentukan sesuai atau tidaknya caranya memukul dan kekuatan pu¬kulan adalah proses berpikir atlet tersebut. Jadi, yang seharusnya diubah adalah pengendali perilaku atlet, dalam hal ini gerakan atau pukulannya, agar dapat menyesuaikan dengan keadaan khusus. Dari penjelasan ini, tampak bahwa proses kognitif merupakan sumber dari semua perilaku pada atlet.
Salah satu kegiatan yang mendukung berfungsinya proses kognitif adalah kegiatan pemusatan perhatian yang bersumber pada inti pikiran seseorang. Contohnya, pemikiran sebagai berikut: "Saga memusatkan perhatian terhadap kornitmen saya untuk bermain sesuai dengan apa yang sudah saya latih dan strategi bermain saya." Kegiatan ini merupakan ke¬giatan menginstruksi diri sendiri (self-instruction), sehingga apa pun yang akan terjadi dalam permainan, atlet akan berpedoman pada proses ber¬pikirnya.
Namun dalam kenyataannya, strategi kognitif seperti ini sangat erat kaitannya dengan status emosi dan berbagai macam pergolakannya. Per¬golakan tersebut berasal dari tingkat ketegangan yang dialami oleh atlet, khususnya yang bersumber pada dirinya, yakni trait anxiety.
3. Teknik-teknik Peredaan Ketegangan

Hanya mengetahui "apa" atau "the what"saja mengapa atlet tegang atau takut tanpa mengetahui "the how" atau "bagaimana" cara penyembuhannya tidaklah banyak man¬faatnya dan tidak akan menolong atlet. Oleh karena itu, pelatih sebaiknya juga mempersenjatai diri dengan kete¬rampilan bagaimana cara meredakan ketegangan yang ada pada atlet. Ada beberapa teknik yang bisa membantu menu¬runkan atau mengurangi ketegangan atlet (desensitizatioll, techniques). Antara lain:
a. Teknik Jacobson dan Schultz, yaitu dengan mengu¬rangi arti pentingnya pertandingan dalam benak atlet, atau mengurangi ancaman hukuman kalau atlet gagal.
b. Teknik Cratty. Dengan teknik ini, mula-mula disusun suatu urutan (hierarki) anxiety yang dialami atlet, dari Yang paling ditakuti sampai yang paling kurang ditakuti oleh atlet. Pada permulaan, atlet dihadapkan pada situ¬asi yang paling sedikit membangkitkan anxiety. Setelah atlet terbiasa dan tidak takut lagi dengan situasi terse-but, dia kemudian dilibatkan dalam situasi takut yang agak lebih berat. Demikian seterusnya.
c. Teknik progressive muscle relaxation dari Jacobson, yaitu latihan memaksa otot-otot yang tegang dijadikan relaks.
d. Teknik autogenic relaxation, yaitu toknik relaksasi Yang menekankan pada sugesti diri (self-suggestion).
e. Latihan pernapasan dalam (deep breathing).
f. Meditasi.
g. Berpikir positif.
h. Visualisasi.
i. Latihan simulasi: pada waktu latihan, berlatihlah de¬ngan menciptakan situasi seakan-akan sedang betul¬betul bertanding, dan usahakan untuk tampil sebaik¬baiknya. Lakukan latihan dengan intensitas yang tinggi seperti dalam pertandingan sebetulnya. Biarkan atlet mengalami stres fisik maupun mental.
Dengan berulang kali berlatih dengan stres yang tinggi, diharapkan lama-kelamaan ketegangan atlet akan ber¬kurang pada waktu menghadapi stres.
4. Mehanisme pertahanan diri
Anxiety, kekhawatiran, dan ketakutan yang berke¬camuk dalam diri atlet adalah gejala yang umum dalam olahraga. Anxiety dan ketakutan adalah reaksi terhadap perasaan "khawatir akan terancam pribadinya". Karena anxiety yang dialami atlet adalah sesuatu keadaan yang sangat tidal? enak dan selamanya akan berkecamuk dalam kehidupan seorang atlet, maka dibutuhkan suatu mekanis¬me di dalam kepribadiannya untuk inenolongitya inengotasi atau ineinb,-baskan dirinya dari anxiety tersebut. Mekanis¬me ini biasanya disebut security operation atau defense inechanisin. Jadi mekanisme ini berfungsi sebagai alai agar kepribadiannya tidak merasa terancam. Sering kali meka¬nisme ini bekerja demikian efektif sehingga atlet benar¬benar terlindung dari perasaan cemas tersebut.
Tampaknya di semua cabang olahraga sering terjadi mekanisme pertahanan demikian, bukan hanya oleh atlet, akan tetapi juga oleh pelatih, tim manajer, pengurus dan lain-lain.
Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan atlet, pelatih, Tim Manajer, Pengurus, KONI, dan lain-lain me¬mang betul karena lapangan licin, bola tidak bundar, banyak angin, penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan alasannya tidak rasional dan hanya merupakan manifestasi dari pera¬saan kecewa karena mengalami kegagalan, serta kedok agar terhindar dari perasaan cemas dan takut akan dikritik, di-cemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar mereka tidak disalahkan oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu penyebab kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya.
Sebagai pelatih, kita harus mendidik dan melatih para atlet agar tidak membiasakan diri menggunakan defense inechanisin yang tidak wajar sebagaimana contoh-contoh tersebut di atas. Sebab-sebab dari setiap kegagalan haruslah didiskusikan, dievaluasi, dianalisis secara rasional, intelek¬tual dan inteligen. Pelatih harus mengajarkan dan mendidik atlet agar tidak meremehkan kegagalan, dan menilai setiap kegagalan dengan penuh pemahaman dan pengertian yang wajar. Dengan demikian dapatlah diharapkan pula bahwa maturitas mental para atlet sedikit demi sedikit dapat dikembangkan.

Illiza Sa`aduddin Djamal, SE Calon Terkuat Ketua PP PERPANI

Illiza Sa`aduddin Djamal, SE Calon Terkuat Ketua PP PERPANI Jakarta, Muharilsport. - Illiza Sa`aduddin Djamal, SE mantan walikota B...